Budaya Positif
Seringkali menjadi sorotan bagi kita, masalah kenakalan remaja seperti tawuran, bullying, dan kriminal di bawah umur. Hal tersebut tidak terlepas dari banyaknya pengaruh ekternal maupun internal yang menjadi dunia remaja zaman sekarang. Remaja dan segala kodratnya merupakan tanggung jawab dan asuhan orang tua dan keluarga terdekat. Orang tua yang dimaksud adalah termasuk orang tua di sekolah yaitu guru karena remaja tak lepas dari dunia sekolah.
Di tahun 2021 ini saya mengikuti Pendidikan Guru Penggerak, sebagai salah satu jalan bagi saya untuk menuntut ilmu lebih jauh juga memperbaiki kekurangan saya sebagai guru. Dalam salah satu modul saya belajar mengenai Budaya Positif. Dimana saya sebagai guru diibaratkan sebagai petani. Petani yang di zaman sekarang, di cap sebagai salah satu profesi yang paling tidak diinginkan namun pada kenyataannya perbuatannya adalah mulia sebagaimana mulianya seseorang menjadi guru.
Pada hakikatnya seorang petani adalah penanam benih-benih tumbuhan. Benih tumbuhan ini tidak bisa kita kontrol sepenuhnya, hanya upaya-upaya menjaga lingkungan sekitarnya saja. Misalnya petani memberi pupuk, membasmi hama dan ulat yang mengganggu hidupnya. Benih itu sendiri tumbuh dengan segala kodratnya, kelak menjadi tumbuhan yang berbuah kebermanfaatan bagi sesamanya. Sama halnya seperti guru, guru pun tidak kuasa sama sekali mengubah ataupun mengontrol hidup siswa. Guru hanya bisa berusaha mempersiapkan lingkungan yang baik dan sehat bagi siswa-siswi nya. Sehingga dengan terciptanya lingkungan yang baik diharapkan mental dan kebiasaan siswanya juga baik.
Dalam modul budaya positif ini saya mempelajari mengenai perubahan paradigma belajar dimana kita membandingkan orientasi antara teori stimulus-respon dengan teori kontrol. Dimana kita membandingkan paradigma lama menang-kalah dengan paradigma menang-menang. Disiplin positif, motivasi perilaku manusia, kebutuhan dasar, posisi kontrol guru, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi.
Pada akhir modul ini penulis dituntut untuk membuat sebuah aksi nyata berupa penerapan budaya positif keyakinan kelas. Sebelum melakukan aksi nyata penulis membuat Rancangan Tindakan terlebih dahulu.
Contoh penerapan budaya positif
1. Membangun Keyakinan Kelas
Keyakinan kelas merupakan pendalaman dari peraturan kelas. Penulis mempraktekkan keyakinan kelas sebagai bagian dari aksi nyata penulis dalam memahami modul 1.4 mengenai Budaya Positif.
Salah satu hakikat terciptanya suasana belajar yang nyaman, aman, dan positif didahului dengan dibangunnya lingkungan yang positif, saling mendukung dalam proses pembelajaran. Keyakinan kelas ini penulis terapkan pada 4 kelas Teknologi Perkantoran yang dipadukan dengan kegiatan penerapan otomatisasi pada siswa. Lebih jauhnya penulis tuangkan dalam tautan berikut: https://www.canva.com/design/DAE1wf9zzoI/QA0igwCG5yqnaFwWB7fI8A/view?utm_content=DAE1wf9zzoI&utm_campaign=designshare&utm_medium=link&utm_source=publishsharelink
2. Membuat Kegiatan yang Berpihak pada Murid
Dalam pembelajaran seringkali kita sebagai guru disibukkan dengan mengejar target kurikulum, namun pencapaian esensi dari belajar itu sendiri tidak kita perhatikan. Kegiatan yang berpihak pada murid merupakan esensi dari esensi belajar, dimana kita memandu proses pembelajaran dengan cermat dan menyenangkan. Output yang dihasilkan adalah siswa yang enjoy dengan hasil belajarnya sekaligus mengasah minat dan bakat siswa itu sendiri.
Berikut contoh kegiatan yang berpihak pada murid yang pernah saya lakukan:
a. Role Playing learning
b. Do It Yourself Creativityc. Pohon Belajar
3. Penerapan Segitiga Restitusi
Dalam menghadapi peserta didik sehari-harinya sebagai guru kita memerlukan positioning yang tepat. Posisi yang dimaksud adalah posisi ketika kita berinteraksi, bagaimana memecahkan masalah, termasuk menelisik dan menelusuri berbagai kejadian yang terjadi. Posisi yang tepat bagi guru adalah sebagai posisi manajer dimana guru tidak bisa sepenuhnya membenarkan maupun menyalahkan. Guru dan murid menjadi satu kesatuan tanpa saling mengontrol, namun teratur didasarkan pada keyakinan pribadi. Guru berkeyakinan bahwa perilaku seseorang didasarkan pada alasan tertentu yang harus dipahami dan diyakini, tanpa bisa dirubah begitu saja. Guru juga lebih menggali sisi baik dan menggali nilai-nilai kehidupan dimana hal tersebut merupakan solusi menang-menang tanpa menghasilkan identitas gagal pada murid jika terjadi masalah.
Selain daripada itu, penerapan budaya positif pada peserta didik juga diberikan dalam kegiatan pembiasaan berupa dzikir pagi dan shalat dhuha sebelum masuk kelas, shalat dzuhur berjamaah yang dilaksanakan kolektif dan keseluruhan dalam satu sekolah. Proses pembudayaan bukanlah waktu yang singkat, pembudayaan budaya positive ini memerlukan rancangan yang apik, menyeluruh, dan dilaksanakan oleh semua pihak di sekolah. Oleh karena itu marilahkita bersama-sama menciptakan budaya positif yang bisa membuat lingkungan sekolah kita menjadi aktif dan sehat.
Salam sehat dan bahagia.
Salam Guru Penggerak!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar