Quotes

"Jika kamu tak sanggup menahan lelahnya BELAJAR, maka kamu harus sanggup menahan perihnya KEBODOHAN" (Imam Asy Syafii)

Minggu, 27 Februari 2022

Jurnal Refleksi Minggu ke 11 Pendidikan Guru Penggerak

Selamat sore para pembaca! Hari ini saya coba mendokumentasikan kegiatan saya dalam satu minggu ini pada tanggal 21-26 Februari 2022, di minggu ke-10 pada program Pendidikan Guru Penggerak ini dengan refleksi model six thinking hats. 

Model Six Thinking Hats diperkenalkan oleh Edward de Bono pada tahun 1985. Model ini melatih kita melihat satu topik dari berbagai sudut pandang, yang disimbolkan dengan enam warna topi. Setiap topi mewakili cara berpikir yang berbeda; beberapa di antaranya terkadang mendominasi cara kita berpikir. Karena itu, dengan semakin sering melatih keenam “topi”, kita akan dapat mengambil refleksi yang lebih mendalam. Keenam topi tersebut berikut penggunaannya dalam jurnal refleksi adalah:

Topi Putih: tuliskan informasi sebanyak-banyaknya terkait pengalaman yang terjadi. Informasi ini harus berupa fakta; bukan opini. Informasi dan fakta kegiatan yang saya terima minggu ini adalah sebagai berikut:

Senin-Selasa, 21-22 Februari 2022 
Sesi Elaborasi Pemahaman bersama Instruktur Shirley Puspitasari pukul 13.00 -14.30


Pada pertemuan instruktur ini, membahas dan memperjelas apa saja yang sudah dijelaskan dalam modul sehingga tergali pemahaman lebih mendalam, selain itu juga terdapat sesi tanya jawab yang bisa digunakan peserta untuk bertanya secara langsung mengenai penerapan pembelajaran diferensiasi pada situasi sekolahnya masing-masing. 







Rabu, 23 Februari 2022
Koneksi antar materi yang menghubungkan rangkuman modul 2.1 dengan modul-modul lainnya, penulis buat dalam tulisan seperti ini yaa..... :)

Kamis, 24 Februari 2022
Aksi Nyata berupa diskusi topik penerapan pembelajaran diferensiasi yang sudah dilaksanakan di sekolah masing-masing antar grup fasilitator. Penulis sendiri sudah menerapkan pembelajaran diferensiasi baru sampai diagnosa awal, belum sempat pada diferensiasi proses dan produk karena kebutuhan praktek pada awal pelajaran. Diagnosa awal ini bersamaan dengan pemberian materi dan ujicoba sehingga penulis sebagai guru bisa mengukur kemampuan awal dari murid. 




Setelah diberikan kegiatan ujicoba sebagai diagnosa awal, murid memberikan respon mengenai sejauhmana ia paham dalam menerapkan aplikasi pengolah angka dengan menunjukkan jari 1-5, semakin banyak jarinya maka ia semakin paham. 





Rencana selanjutnya adalah menerapkan diferensiasi proses dan produk berdasarkan keragaman pemahaman siswa dilihat dari hasil diagnosa awal tersebut.


Jum'at, 25 Februari 2022
Hari Jum'at minggu ini sudah masuk pada modul selanjutnya yaitu Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional, penulis memasuki Mulai dari diri dengan mengisi beberapa quesioner mengenai emosi positif dan negatif, serta harapan dan ekspektasi pada diri dan murid.

Sabtu, 26 Februari 2022 
Membuat Jurnal Refleksi Minggu ke-11 dengan model refleksi six thinking hats. 

Topi merah: gambarkan perasaan Anda terkait dengan topik yang sedang dibahas, misalnya perasaan saat mempelajari materi baru atau saat menjalankan diskusi kelompok.

Materi pada minggu ini membuat saya penasaran dan segera mengimplementasikan lebih lanjut di sekolah


Topi kuning: tuliskan hal-hal positif yang terkait dengan topik tersebut.

pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang berpihak pada murid, berpusat pada murid, dan bisa mengakomodasi semua kebutuhan belajar murid, mengubah tuntutan belajar menjadi capaian belajar

 Topi hitam: tuliskan kendala, hambatan, atau risiko dari tindakan/peristiwa yang sedang dibahas

minggu-minggu ini sekolah kembali daring karena pandemi kembali meningkat, sehingga penerapan berdiferensiasi ini akan sedikit sulit mengingat pelajaran saya adalah pelajaran yang membutuhkan praktek

 Topi hijau: jabarkan ide-ide yang muncul setelah mengalami peristiwa tersebut.

penerapan pembelajaran berdiferensiasi bisa diterapkan jika ada bimbingan produktif

Topi biru: tarik kesimpulan dari peristiwa yang terjadi, atau ambil keputusan setelah mempertimbangkan kelima sudut pandang lainnya. Bandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya 

setelah mempelajari pembelajaran diferensiasi dan berbagai diferensiasinya maka penerapannya di dalam kelas sangat tergantung dengan keadaan dan situasi kelas, kompetensi dasar, dan karakteristik siswa.

Demikian jurnal refleksi kali ini, Salam Guru Penggerak!

Selasa, 22 Februari 2022

Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

"Semua pengetahuan terhubung ke semua pengetahuan lainnya. Yang menyenangkan adalah membuat koneksinya". (Arthur Aufderheide)


Perjalanan belajar saya kali ini dalam Modul Pembelajaran Berdiferensiasi sudah memasuki minggu ke-2, dan tahap Koneksi Antar materi. Setelah melalui M-E-R-D-E-K-A Belajar seperti di bawah ini tentunya!

Dalam tahapan koneksi antarmateri ini penulis akan berbagi kesimpulan tentang apa yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi dan bagaimana hal ini dapat dilakukan di kelas.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. 
  1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya. 
  2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda. 
  3. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
  4. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif. 
  5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
"Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut."

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

Ketiga aspek tersebut adalah: 

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid 
  2. Minat murid 
  3. Profil belajar murid 

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar/ readiness). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar). 

Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut. Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat kita mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. 

Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.

Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadangkadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. 

Strategi Diferensiasi ada 3 yaitu diferensiasi konten, proses, dan produk. Konten adalah apa yangkita ajarkan pada murid, dan diferensiasi konten ini bisa diukur dengan The equalizer yang penulis sebutkan di atas. Proses adalah bagaimana mrid akan memahami/ memaknai materi yang akan dipelajari, munculkan dalam benak kita pertanyaan "bagaimana setiap kebutuhan murid akan terpenuhi?". Cara-cara yang bisa kita pakai untuk diferensiasi proses adalah seperti kegiatan berjenjang, pertanyaan pemandu/ tantangan, membuat agenda individual, memvariasikan lama waktu pengerjaan tugas, mengembangkan kegiatan bervariasi yang mengakomodir beragam gaya belajar, dan menggunakan pengelompokkan yang fleksibel yang sesuai dengan kesiapan, kemampuan, dan minat. Produk adalah hasil belajar atau unjuk kerja atau juga hasil pekerjaan yang bersifat tangible (terlihat). Hasil belajar ini harus mencerminkan pemahaman murid yang berhubungan dengan pembelajaran yang diharapkan. 

Penugasan produk harus membantu murid baik secara individu atau kelompok untuk memikirkan kemali/ memperluas apa yang mereka pelajari selama periode tertentu. Produk ini mewakili pemahaman dan elemen kurikulum yang paling langsung dapat dimiliki oleh murid. Dalam diferensiasi produk ini setidaknya memberikan siswa dua hal, yaitu: tantangan dan keragaman (variasi), juga pilihan bagaimana mereka dapat mengekspresikan pembelajaran yang diinginkan. Namun tentu saja diferensiasi produk ini harus memenuhi 3 ekspektasi murid yaitu kualitas pekerjaan, konten yang harus ada dalam produk, dan bagaimana harus dikerjakan. 

Dalam video pembelajaran yang lain berjudul "Lingkungan Belajar yang Mendukung Pembelajaran Berdiferensiasi" oleh ibu Oscarina Dewi Kusuma, M.Pd bahwa pembelajaran berdiferensiasi harus dibangun dalam learning community (komunitas belajar). Diantara ciri-ciri iklim lingkungan belajar adalah: setiap orang dalam kelas akan menyambut dan merasa disambut dengan baik, setiap orang dalam kelas tersebut saling menghargai, murid merasa aman, ada harapan bagi pertumbuhan, guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, ada keadilan dalam bentuk nyata, guru dan siswa berkolaborasi untuk pertumbuhan dan kesuksessan bersama. 

Dalam artikel "Peran Penilaian dalam Pembelajaran Berdiferensiasi" penulis mendapatkan point-point penting sebagai berikut:
  • seorang guru dalam komunikasinya dengan murid harus membangun komunikasi dan kepercayaan murid-muridnya, agar muridnya tersebut mau mengikuti instruksi dan saran-saran yang ia berikan
  • tanpa membangun rasa percaya dan komunikasi yang baik, tidak akan terjadi hubungan positif antara murid dan guru, sehingga akan sulit bagi guru untuk memotivasi murid untuk mencapai tujuannya
  • penilaian seorang guru sama halnya ketika seorang dokter mendiagnosis pasiennya
  • guru perlu mengetaui perasan, latar belakang, keinginan dan minat dari murid-muridnya yang digunakan oleh guru untuk merancang pemelajaran yang sesuai untuk kepentingan proses mengidentifikasi dan memetakan peserta didik.
Penilaian adalah proses mengumpulkan, mensintesis, dan menafsirkan informasi di kelas untuk tujuan membantu pengambilan keputusan guru (Tomlinson & Moon):
  1. Assesment for learning, dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran, dan biasanya digunakan sebagai dasar perbaikan dan penilaian formatif
  2. Assesment of learning, dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai, berfungsi sebagai penilaian sumatif
  3. Assesment as learning, penilaian sebagai proses belajar dan melibatkan murid-murid secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut juga dapat berfungsi sebagai penialaian formatif. 
Penilaian formatif sangat penting dalam pembelajaran berdiferensiasi karena bersifat memonitor proses pembelajaran, dan dilakukan secara berkelanjutan serta konsisten, sehingga membantu guru untuk memantau pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan murid yang berkembang terkait dengan topik pembelajaran. Contoh strategi penilaian formatif:
  • tiket masuk, tiket keluar
  • berbagi 30 detik
  • nama dalam toples
  • 3-2-1: 3 hal yang sebelumnya tidak diketahui, 2 hal yang mengejutkan, dan 1 hal yang ingin dilakukan
  • refleksi
  • pojok pemahaman
  • strategi 5 jari

Lalu bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal?
Menurut penulis, pembelajaran berdiferensiasi akan efektif jika guru melakukan diagnosa awal dengan teliti, menyusun rencana pembelajaran berdasarkan pada hasil diagnostik dengan racikan yang pas antara diferensiasi konten, proses, dan produk

Bagaimana kaitan antar materi modul ini dengan modul lain di Program Guru Penggerak? 
Pembelajaran berdiferensiasi ini merupakan salah satu sarana guru dalam mewujudkan visi guru penggerak yang ada pada modul 1 khususnya pembelajaran yang berpihak pada murid. 



Rabu, 02 Februari 2022

Budaya Positif

Budaya Positif


Seringkali menjadi sorotan bagi kita, masalah kenakalan remaja seperti tawuran, bullying, dan kriminal di bawah umur. Hal tersebut tidak terlepas dari banyaknya pengaruh ekternal maupun internal yang menjadi dunia remaja zaman sekarang. Remaja dan segala kodratnya merupakan tanggung jawab dan asuhan orang tua dan keluarga terdekat. Orang tua yang dimaksud adalah termasuk orang tua di sekolah yaitu guru karena remaja tak lepas dari dunia sekolah. 

Di tahun 2021 ini saya mengikuti Pendidikan Guru Penggerak, sebagai salah satu jalan bagi saya untuk menuntut ilmu lebih jauh juga memperbaiki kekurangan saya sebagai guru. Dalam salah satu modul saya belajar mengenai Budaya Positif. Dimana saya sebagai guru diibaratkan sebagai petani. Petani yang di zaman sekarang, di cap sebagai salah satu profesi yang paling tidak diinginkan namun pada kenyataannya perbuatannya adalah mulia sebagaimana mulianya seseorang menjadi guru. 

Pada hakikatnya seorang petani adalah penanam benih-benih tumbuhan. Benih tumbuhan ini tidak bisa kita kontrol sepenuhnya, hanya upaya-upaya menjaga lingkungan sekitarnya saja. Misalnya petani memberi pupuk, membasmi hama dan ulat yang mengganggu hidupnya. Benih itu sendiri tumbuh dengan segala kodratnya, kelak menjadi tumbuhan yang berbuah kebermanfaatan bagi sesamanya. Sama halnya seperti guru, guru pun tidak kuasa sama sekali mengubah ataupun mengontrol hidup siswa. Guru hanya bisa berusaha mempersiapkan lingkungan yang baik dan sehat bagi siswa-siswi nya.  Sehingga dengan terciptanya lingkungan yang baik diharapkan mental dan kebiasaan siswanya juga baik. 

Dalam modul budaya positif ini saya mempelajari mengenai perubahan paradigma belajar dimana kita membandingkan orientasi antara teori stimulus-respon dengan teori kontrol. Dimana kita membandingkan paradigma lama menang-kalah dengan paradigma menang-menang. Disiplin positif, motivasi perilaku manusia, kebutuhan dasar, posisi kontrol guru, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. 

Pada akhir modul ini penulis dituntut untuk membuat sebuah aksi nyata berupa penerapan budaya positif keyakinan kelas. Sebelum melakukan aksi nyata penulis membuat Rancangan Tindakan terlebih dahulu.



Contoh penerapan budaya positif

1. Membangun Keyakinan Kelas





Keyakinan kelas merupakan pendalaman dari peraturan kelas. Penulis mempraktekkan keyakinan kelas sebagai bagian dari aksi nyata penulis dalam memahami modul 1.4 mengenai Budaya Positif. 
Salah satu hakikat terciptanya suasana belajar yang nyaman, aman, dan positif didahului dengan dibangunnya lingkungan yang positif, saling mendukung dalam proses pembelajaran. Keyakinan kelas ini penulis terapkan pada 4 kelas Teknologi Perkantoran yang dipadukan dengan kegiatan penerapan otomatisasi pada siswa. Lebih jauhnya penulis tuangkan dalam tautan berikut: https://www.canva.com/design/DAE1wf9zzoI/QA0igwCG5yqnaFwWB7fI8A/view?utm_content=DAE1wf9zzoI&utm_campaign=designshare&utm_medium=link&utm_source=publishsharelink

2. Membuat Kegiatan yang Berpihak pada Murid
Dalam pembelajaran seringkali kita sebagai guru disibukkan dengan mengejar target kurikulum, namun pencapaian esensi dari belajar itu sendiri tidak kita perhatikan. Kegiatan yang berpihak pada murid merupakan esensi dari esensi belajar, dimana kita memandu proses pembelajaran dengan cermat dan menyenangkan. Output yang dihasilkan adalah siswa yang enjoy dengan hasil belajarnya sekaligus mengasah minat dan bakat siswa itu sendiri. 
Berikut contoh kegiatan yang berpihak pada murid yang pernah saya lakukan:
a. Role Playing learning
b. Do It Yourself Creativity


c. Pohon Belajar



3. Penerapan Segitiga Restitusi
Dalam menghadapi peserta didik sehari-harinya sebagai guru kita memerlukan positioning yang tepat. Posisi yang dimaksud adalah posisi ketika kita berinteraksi, bagaimana memecahkan masalah, termasuk menelisik dan menelusuri berbagai kejadian yang terjadi. Posisi yang tepat bagi guru adalah sebagai posisi manajer dimana guru tidak bisa sepenuhnya membenarkan maupun menyalahkan. Guru dan murid menjadi satu kesatuan tanpa saling mengontrol, namun teratur didasarkan pada keyakinan pribadi. Guru berkeyakinan bahwa perilaku seseorang didasarkan pada alasan tertentu yang harus dipahami dan diyakini, tanpa bisa dirubah begitu saja. Guru juga lebih menggali sisi baik dan menggali nilai-nilai kehidupan dimana hal tersebut merupakan solusi menang-menang tanpa menghasilkan identitas gagal pada murid jika terjadi masalah. 





 Selain daripada itu, penerapan budaya positif pada peserta didik juga diberikan dalam kegiatan pembiasaan berupa dzikir pagi dan shalat dhuha sebelum masuk kelas, shalat dzuhur berjamaah yang dilaksanakan kolektif dan keseluruhan dalam satu sekolah. Proses pembudayaan bukanlah waktu yang singkat, pembudayaan budaya positive ini memerlukan rancangan yang apik, menyeluruh, dan dilaksanakan oleh semua pihak di sekolah. Oleh karena itu marilahkita bersama-sama menciptakan budaya positif yang bisa membuat lingkungan sekolah kita menjadi aktif dan sehat.
Salam sehat dan bahagia.
Salam Guru Penggerak!